Inilah kehidupanku, ketika kamu yang mengawali kita seperti matahari terbit dengan gagahnya menuju langit dan membelah awan yang seperti asa. Dan ketika kamu yang mengakihiri kita seperti matahari tenggelam yang terselimuti oleh asa.
- Kanya Kavanya
Maafkan aku jika telah membuatmu seperti Sunset dan Sunrise. Tetapi percayalah bahwa hanya kaulah yang selalu ada di hatiku.
- Devan Danendra
Aku akan selalu melindungimu walau kau tak ingin melihatku lagi. Dan pundak ini akan selalu siap untuk menjadi sandaranmu sedari dulu, when you still mine.
- Wildan Aryasastra
Entahlah, aku tidak bisa menyatakan perasaanku ini. Aku mencintainya karena sebuah tragedy. Tetapi akupun juga tak ingin persahabatanku hancur hanya karna masalah konyol itu. Dan pilihanku adalah…
- Rere Renasta
Part 1
“ANYAAA!!!!”. Teriak seorang perempuan dengan nyaringnya memenuhi seluruh penjuru koridor. Sedangkan perempuan yang dipanggilnya tak menghiraukan panggilan tersebut, justru ia sedang menikmati semilir angin yang berhembus menyapu wajah manisnya.
“Anya!!! Aku sedang memanggilmu?!!”. Perempuan ini tersulut emosi karena panggilannya tak dihiraukan oleh sahabatnya yang sedang menikmati sejuknya angin. ‘Perasaan daritadi dipanggil tidak ada respon balik dari Anya?’ batinya dalam hati.
Detik itu juga ia tahu mengapa perempuan yang dipanggil Anya itu tidak merespon panggilannya. Tanpa sungkan, perempuan ini langsung menarik untaian kabel yang bertengger di telingga perempuan yang bernama Anya tersebut.
“Aduhh!! Siapa yang berani menarik earphoneku?!!.” Keluh Anya yang merasa nyeri dibagian lubang telinganya. Belum sempat ia marah dengan seseorang yang berani mengambil earphonenya, tiba-tiba ada yang menarik telinganya dan teriakan yang menurutnya tidak asing.
“Ah! Aduhh!!! Sakit!!.” Rintihan cempreng yang memekakkan telinga itu adalah suara milik Rere Renasta, sahabat Kanya atau yang biasa dipanggil Anya.
Anya yang tidak tahu tentang kedatangan Rere pun kaget. ‘Kenapa Rere ada disini? Kemudian siapa yang beraninya menjewer telinga imutku ini??’ Gerutu Anya dalam hati.
Disaat Anya berusaha untuk melihat siapa orang dibalik semua ini, ia pun kaget dengan seseorang yang membuat telinganya berdengung. Dan Rere pun tak kalah kagetnya seperti Anya yang mengetahui siapa yang menjewer telinganya.
“Hmm.. Bagus ya kalian. Ini sudah bel masuk tapi kalian masih enak-enakan diluar, IYA?!!.” Bentak Bu Pretty, Guru Sejarah yang sedang bertugas menjadi guru piket hari ini. Anya yang merasa tidak tahu jika bel masuk sudah berbunyi pun membela diri tentang tuduhan yang diajukan oleh Bu Pretty.
“Memangnya sudah bel Bu? Kenapa saya tidak mendengar bunyi bel masuknya?.” Elaknya dengan sopan karena merasa menghormati Bu Pretty.
“Bagaimana bisa kamu dengar? Kamu daritadi tenggelam dengan alunan suara merdu milik Shawn Mendes mu itu!.” Rere yang merasa tahu dengan apa yang terjadi oleh Anya pun menjawab pertanyaan yang seharusnya tidak diajukan untuknya. Kemudian terjadilah perang mata yang sengit antara Rere dan Anya.
Bu pretty yang muak dengan tingkah kekanak-kanakan kedua siswanya ini pun memutuskan untuk memberikan hukuman.
“Sudah sudah. Hentikan pertengkaran konyol kalian. Sekarang kalian harus melaksanakan hukuman yang saya berikan.” Terang Bu Pretty untuk menengahi pertengkaran kedua siswanya.
“APA BU?!? HUKUMAN???.” Anya dan Rere kaget bukan main. Mereka sudah merelakan telingnya untuk ditarik bahkan sampai berdengung, masih belum cukup? Dan Bu Gagal Move On ini masih ingin memberikan hukuman lagi? Benar-benar sadis Bu Pretty. Bahkan seluruh siswa di sekolahnya pun yang biasanya biang onar tidak berani berbuat kesalahan secuil pun jika yang menjadi guru piketnya Bu Pretty. Tamatlah sudah riwayat mereka.
“Ya, hukuman. Jadi hukumannya adalah membersihkan seluruh toilet permpuan yang ada di sekolah ini. Jika belum selesai, kalian tidak saya ijinkan untuk pulang.” Jawab Bu Pretty dengan tegas dan tak terbantahkan.
“Seluruh sekolah, Bu?!!.” Pekik Rere yang tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Rahang Anya pun hampir jatuh ke lantai karena penyataan hukuman dari Bu Pretty
“Sure. Apa masih kurang?.” Tantang Bu Pretty dengan reaksi yang ditunjukan oleh Rere.
“Apa tidak bisa kurang, Bu? Bukannya disini sudah ada petugas kebersihan juga??.” Tanya Anya dengan wajah sesedih mungkin.
Bu Pretty yang memang terkenal guru Killer bin sadis pun hanya memutar bola matanya dengan jengah.
“Jangan membuat wajah seperti itu, saya tidak akan luluh.” Tegas Bu Pretty.
“Yahh.. Ayolah Bu, berikan kami keringanan. Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Anya dengan percaya dirinya. Respon Bu Pretty justru membuat Rere dan Anya kaget
“Berhubung saya dalam good mood hari ini, saya beri keringanan untuk hukuman kalian.” Terang Bu Pretty dengan mata yang berbinar.
“SUNGGUH BU?!!.” Tanya Rere dan Anya dengan semangat ‘45
“Ya. Jadi kalian nanti membersihkan toilet yang ada di lantai satu saja, oke? Dan jangan ulangi kesalahan kalian lagi. Saya akan berkeliling memeriksa yang lain dan lapor ke saya jika kalian sudah menyelesaikan hukuman kalian.” Bu Pretty meninggalkan mereka dan kembali memeriksa keadaan sekitar sekolah.
Setelah mendapat keringanan hukuman dari Bu Pretty, Rere dan Anya bergegas menuju toilet yang berada di lantai satu.
“Ini neng peralatannya.” Mang Ubay membawakan peralatan untuk membersihkan toilet. Ya, Mang Ubay adalah Juru Bersih-bersih di sekolah Rere dan Anya atau bahasa kerennya itu OfficeBoy.
“Makasih ya, Mang.” Ucap Anya dengan sopan. Sepeninggalnya Mang Ubay, Rere dan Anya segera menyelesaikan hukumannya dan mereka melakukannya dengan serius tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka.
Selesai sudah hukuman yang di berikan Bu Pretty pada Anya dan Rere. Setelah membersihkan toilet hingga bersih, mereka langsung bergegas menuju ruang guru dan melaporkan hasil kerjanya. Anya dan Rere dapat keluar dari ruang guru setelah mendapatkan siraman rohani dari Bu Pretty.
“Huftt… benar-benar melelahkan.” Seru Rere. Sekarang mereka sedang berada di kelas dengan pelajaran Pak Suryo, Guru Matematika.
“Kenapa kita masuk waktu pelajarannya Pak Suryo sih?!?.” Gerutu Rere pada dirinya sendiri. Anya yang tidak merasa terbebani dengan pelajaran Pak Suryo hanya menggelengkan kepala dengan perilaku Rere dan segera mencatat apa yang tertulis di papan. Entahlah, Anya merasa bahwa pelajaran matematika tidak seburuk yang orang lain pikir dan Anya merasa enjoy dengan pelajaran itu.
Suasana kelas benar-benar tidak bisa terkendali jika pelajaran Pak Suryo, as always. Pak Suryo adalah orang yang terlalu sabar untuk menghadapi anak-anak yang biang onar di kelas. Anya yang merasa terganggu dengan keributan tersebut langsung memasang earphone pada telinganya.
Anya yang sedang hanyut dengan alunan lagu merasa aneh katika suasana kelas tiba-tiba sunyi. Ia melihat seseorang laki-laki yang berdiri di depan kelas yang mengenakan seragam berbeda. Dengan tidak sadar, Anya melepas earphonenya dan mendengar suara yang menenangkkan hati.
“Hi, Aku Devan Danendra. Salam kenal.”
By: Tsara Mufidah